Tuesday, August 2, 2011

0

Pengembangan Produk Syariah

Posted in ,

Oleh: Dr. Hargo Utomo, MBA., M.Com*)

Kalau ada kata-kata: “nafsu besar tenaga kurang” barangkali itu lah gambaran dari geliat bisnis syariah di negeri ini. Masyarakat sebenarnya sudah cukup lama menanti kehadiran produk-produk syariah baik untuk tujuan investasi maupun pembiayaan.  Namun, kelambanan dalam inovasi produk syariah memaksa masyarakat untuk sementara harus bersabar sampai dengan dibakukannya pola atau model pengembangan produk berbasis syariah. Selama ini masyarakat mengenal produk syariah masih terbatas pada produk-produk keuangan dan perbankan saja.  Padahal, potensi yang dapat dikembangkan dari model bisnis berbasis syariah itu sebenarnya tidak kalah besarnya dengan model bisnis konvensional yang selama ini sudah berlangsung.  Pertanyaannya sekarang adalah, sampai kapan masyarakat benar-benar bisa mengatakan bahwa bisnis syariah memang beda dan menjadi alternatif penyokong yang dominan untuk pertumbuhan kegiatan ekonomi dan bisnis di negeri ini?  Tentu, tidak ada yang tahu pasti kapan hal itu dapat terjadi, dan semuanya akan sangat bergantung dari semangat dan kemauan masyarakat itu sendiri.

Sebagai ilustrasi saja, berapa lama masyarakat di negeri ini harus menunggu untuk mendapatkan produk investasi syariah bernama sukuk? Terhitung lebih dari 6 tahun waktu dibutuhkan sejak gagasan itu dimunculkan, dilakukan kajian kelembagaan, hingga produk investasi itu benar-benar terwujud seperti tertuang dalam Undang-undang Nomer 19 Tahun 2008 tentang sukuk negara atau Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Peluncuran sukuk negara cukup kompleks dan tidak sesederhana seperti yang dibayangkan banyak orang. Terlepas dari kerumitan yang dihadapi para pengambilan keputusan dalam mengupayakan produk syariah itu terwujud dan memperoleh kaidah legalitas formal, ada satu pelajaran yang dapat dipetik, yaitu perlunya kehati-hatian untuk memperoleh kejelasan spesifikasi dan proses bisnis inovasi produk syariah sebelum hasil akhir diperoleh.  Keinginan untuk menggunakan pola pemikiran instan untuk memperoleh hasil akhir yang cepat mungkin untuk sementara ini harus dikendalikan dahulu agar masyarakat tidak mengulang fenomena yang terjadi pada bidang lain hingga menjadi polemik berkepanjangan di media seperti halnya yang terjadi di bidang pertanian atau pun energi.

Riset Produk Syariah

Secara teoritis, esensi dasar pada setiap inovasi produk adalah pada kekuatan hasil riset.  Kalau dalam bidang manufaktur, kajian empiris yang menggambarkan alur proses dari pemunculan gagasan hingga peluncuran produk baru sudah banyak diungkap secara detail.  Lain halnya dengan produk-produk yang mempunyai kadar atau intensitas informasi yang besar sepertinya pada keuangan syariah, maka proses riset empiris yang menghasilkan produk komersial berbasis syraiah memang masih relatif terbatas. Selama ini masyarakat Indonesia mengenal produk syariah masih terbatas pada sektor perbankan.  Peluang untuk melakukan kajian produk selain sektor perbankan masih sangat terbuka luas.  Itu sebabnya penerbitan sukuk negara diharapkan menjadi instrumen keuangan yang menarik bagi investor sejalan dengan bertumbuh-kembangnya produk-produk bisnis lain yang berbasis syariah.

Karakteristik yang melekat pada bisnis syariah yang selama ini mengedepankan unsur fleksibilitas dan diversitas sebenarnya mampu menjadi pemicu munculnya kreasi dalam pengembangan model investasi dan pembiayaan berbasis syariah.  Pertanyaannya lagi, siapa yang harus memulai hal itu? Apakah semuanya harus menunggu dari inisiasi lembaga pemerintah?  Bisakah pelaku industri dan akademik berkolaborasi untuk memunculkan dan mengembangkan gagasan tentang model bisnis berbasis syariah? Pertanyaan akan terus berlanjut hingga masyarakat memperoleh keyakinan tentang kehandalan produk syariah.

Memang, keberadaan Dewan Syariah Nasional sebenarnya mempunyai peran sentral dan merupakan elemen kelembagaan penting yang dapat menjadi akselerator dalam pengembangan produk.  Diskusi dan kajian lanjutan dari ahli fiqh dan pelaku industri dapat saja dilakukan melalui format beragam yang memungkinkan formulasi produk syariah dapat dilakukan secara memadai sehingga kebutuhan terhadap produk syariah dapat dipenuhi. Pengembangan dan pemberdayaan unit-unit kajian syariah diharapkan mampu menangkap setiap peluang untuk kemudian memaknai peluang itu sebelum memetakan potensi yang terbentuk dalam wujud produk syariah secara konkrit.

Pada prinsipnya, simplifikasi pengembangan produk syariah dapat saja dilakukan dengan mencermati alur kerja sehingga interaksi antara desain dan proses rekayasa produk dapat terjadi secara simultan.  Perencanaan dan pengembangan produk syariah dapat saja mengadopsi praktik terbaik yang selama ini sudah diterapkan pada bidang lain, misalnya mengadopsi penggunaan metode product-based workflow design yang pada intinya lebih mengedepankan kesesuaian antara kriteria desain produk, model dan kemudian formulasi teknis untuk mendapatkan proses alur kerja yang diharapkan (lihat misalnya: Reijers et al, “Product-based Workflow Design”, Journal of Management Information Systems, Vol. 20, No.1 Summer 2003).  Pendekatan semacam ini sebenarnya merupakan terobosan untuk mempercepat proses formulasi gagasan menjadi cetak biru suatu produk dengan memasukkan unsur keunikan yang melekat pada suatu konteks.  Sangat mungkin model bisnis awal dikembangkan dari praktik bisnis syariah yang sudah ada misalnya saja mengacu pada model Sudan, Bahwain atau Malaysia.  Walaupun begitu, keunikan yang ada di Indonesia tentu membutuhkan pencermatan sendiri yang tidak selalu sama dengan praktik serupa yang ada di negara lain.

Standardisasi dan Kompatibilitas

Satu hal penting dan mungkin perlu untuk menjadi catatan bersama dalam pengembangan produk berbasis syariah adalah jaminan bahwa produk yang akan dikembangkan cukup mampu menangkap peluang investasi lintas geografis.  Artinya, meminjam istilah popular dalam bidang komputasi, produk syariah pun harus memasukkan unsur kompatibilitas sehingga perbedaan platform karena adanya keragaman interpretasi fiqh yang diadopsi Dewan Syariah atau Shariah Board antar negara tidak menghambat laju inovasi untuk kepentingan investasi atau model pembiayaan syariah.  Kata kuncinya kemudian adalah perlunya standardisasi praktik umum sehingga dapat menjadi rujukan baku dalam menentukan formulasi proses bisnis yang akan dikembangkan dalam bisnis syariah.

*) Dr. Hargo Utomo, MBA., M.Com adalah Direktur Magister Manajemen, Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (MMUGM).

0 komentar:

Berikan komentar anda disini!

YOUR MESSAGE....