Wednesday, December 30, 2009

0

Identitas Politik Islam dalam Pemilu 2009

Posted in ,
BAGAIMANA prospek partai politik Islam dalam Pemilu 2009 nanti? Pertanyaan ini lumrah diajukan karena bagaimanapun, Islam atau tepatnya kaum Muslim Indonesia --terutama karena realitas demografis—tetap merupakan salah satu faktor krusial dalam dinamika politik negara ini. Tentu saja tidak mudah menjawab pertanyaan tentang masa depan politik Islam, tegasnya, Parpol Islam, khususnya dalam konteks Pemilu 2009.

Peneliti Pusat Penelitian Politik LIPI, Lili Romli, pernah mengulas fenomena Parpol Islam menjelang Pemilu 2009. Ada enam Parpol Islam mejadi peserta Pemilu 2009. Dari keenam Parpol Islam tersebut, empat di antaranya Parpol Islam lama, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Bulan Bintang (PBB), dan Partai Bintang Reformasi (PBR); sedangkan dua lainnya merupakan Parpol Islam pendatang baru, yaitu Partai Matahari Bangsa (PMB) dan Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU).

Kehadiran partai Islam pada era reformasi ini tampaknya mengalami fluktuasi. Apabila pada Pemilu 1999, jumlah partai (yang berasas) Islam yang ikut Pemilu sebanyak 17 partai. Dari jumlah tersebut, hanya PPP yang masuk lima besar dengan memperoleh suara 10,72 persen (59 kursi), PBB meraih 1,9 persen suara, dan PK 1,4 persen suara. Beberapa partai Islam lainnya seperti PNU, PP, PSII, PPI Masyumi, dan PKU masing-masing hanya memperoleh satu kursi di DPR. Sebagian besar partai Islam lainnya tidak mampu meraih dukungan untuk mendapatkan kursi di DPR.

Sedangkan pada Pemilu 2004 jumlah partai politik Islam yang ikut Pemilu sebanyak lima partai, PPP, PKS, PBB, PBR, dan PPNUI. Dari jumlah Parpol Islam tersebut, tiga di antaranya merupakan Parpol Islam baru. PKS merupakan kelanjutan dari PK, begitu juga dengan PPNUI kelanjutan dari PNU. Keduanya membentuk partai baru karena tidak memenuhi electoral threshold (ET) 2 persen. Sedangkan PBR adalah partai produk perpecahan internal PPP. Hasil Pemilu 2004, dari kelima Parpol Islam itu, hanya dua Parpol Islam yang memperoleh suara signifikan dan memenuhi ET tiga persen, yaitu PPP (8,15 persen) dan PKS (7,34 persen). Bahkan PPNUI sama sekali tidak memperoleh kursi di DPR.

Menghadapi Pemilu 2009 tampaknya Parpol yang berdasarkan Islam atau menjadikan umat Islam sebagai basisnya, sejauh ini tetap tidak memperlihatkan tanda-tanda kian menguat dan terkonsolidasi, sehingga dapat menampilkan kinerja lebih baik dalam pergumulan politik, khususnya Pemilu 2009. Parpol-parpol ini masih tetap bergumul dengan berbagai masalah internal, yang membuat hampir tidak mungkin bagi mereka berkembang menjadi Parpol modern, kuat, dan mampu menarik massa. Alasannya sederhana saja. Kebanyakan Parpol Islam dan berbasiskan massa Muslim terus mengalami konflik dan perpecahan internal.

Seperti pada kasus berdirinya PMB. PMB merupakan partai yang didirikan oleh kalangan Muhammadiyah yang tidak puas dengan keberadaan PAN yang dianggap tidak memperjuangkan aspirasi dan orang-orang Muhammadiyah. PMB jelas-jelas mencantumkan Islam sebagai asas partai dengan visi terwujudnya misi Islam rahmatan lil\'alamin, sedangkan PAN menjadikan Pancasila sebagai asasnya. Begitupula dengan PKNU yang merupakan produk perpecahan internal PKB akibat pemecatan Alwi Shihab-Syaifullah Yusuf dari jabatan Ketua Umum dan Sekjen PKB oleh Abdurrahman Wahid, Ketua Dewan Syuro. Dalam konflik tersebut, kubu Alwi didukung para kiai khaos NU. Kubu Alwi dan kiai yang mendukungnya kemudian mendirikan Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU). Bisa jadi ini akan menyedot suara dari PKB.

Sedangkan bagi PPP dan PKS, yang kelihatannya relatif stabil. Keduanya tentu saja berusaha memperluas konstituennya, meski belum terlihat tanda-tanda meyakinkan. Dengan karakter konstituen masing-masing yang relatif sudah mapan, agaknya sulit bagi mereka memperluas massa secara signifikan. Di luar itu, terdapat Parpol Islam yang dalam Pemilu 2004 gagal mencapai electoral threshold 3 persen, seperti yang dialami PBB.

Parpol Islam juga menghadapi beberapa tantangan yang berkaitan dengan regulasi UU Pemilu. Dalam UU No 10 Tahun 2008 tentang Pemilu ada aturan tentang parliamentary threshold (PT) 2,5 persen, aturan Daerah Pemilihan (Dapil) 3-10 kursi dalam setiap Dapil, dan penggabungan sisa suara. Dengan regulasi seperti itu akan menjadi tantangan yang berat bagi Parpol-parpol Islam (dan juga Parpol lainya) untuk dapat meraihnya.

Selain tantangan dari sisi regulasi UU Pemilu, Parpol-parpol Islam, juga mempunyai tantangan dari adanya perubahan orientasi di kalangan umat Islam dalam pandangan politiknya. Umat Islam tidak lagi melihat Parpol Islam sebagai representasi keislaman, tetapi yang dilihat sejauh mana suatu partai menerapkan nilai-nilai keislaman. Ini menunjukkan simbol Islam tidak merupakan faktor yang dominan dalam merebut hati pemilih Muslim.

Adanya pandangan bahwa mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam dengan serta merta mereka akan memilih partai Islam ini agaknya tidak relevan. Karena mitos politik kuantitas tersebut tidak sampai pada realitas. Sejarah dari Pemilu ke Pemilu membuktikan bahwa dukungan umat Islam terhadap partai Islam kecil.

Kecenderungan sekarang ini menunjukkan tidak semua umat Islam itu bersifat ideologis. Artinya bahwa umat Islam tidak memiliki pandangan yang sama bahwa Islam adalah sebuah ideologi. Dengan Islam sebagai ideologi maka diperlukan alat perjuangan melalui pembentukan partai politik Islam. Ternyata umat Islam tidak memiliki pandangan seperti itu.

Dengan gambaran seperti itu, lalu bagaimana prospek Parpol Islam pada Pemilu 2009. Apakah ada peluang bagi Parpol Islam untuk mendulang suara dari pemilih Islam?

Sebagai gambaran untuk menunjukkan indikasi perolehan suara pada Pemilu 2009, berdasarkan survei Indo Barometer pada Juni 2008 lalu, ternyata prediksi perolehan Parpol Islam masih relatif kecil. Dalam survey tersebut, perolehan PKS pada posisi 7,2 persen, sementara PPP pada posisi 2,3 persen. Jika survei Indo Barometer ini bisa menjadi salah satu patokan maka Parpol Islam dalam menghadapi Pemilu 2009 masih sangat berat.

Selain itu, seperti juga pada Pemilu 2004, pada Pemilu 2009 nanti bisa jadi di antara Parpol Islam akan menjadi predator sesamanya. Artinya, bila salah satu Parpol Islam suaranya naik maka pada saat yang sama Parpol Islam lainnya akan menurun jumlah suaranya. Ini terjadi karena ceruk yang diperebutkan oleh Parpol-parpol Islam tidak bertambah, bahkan mungkin berkurang karena berpindah mendukung partai nasionalis dan pluralis.

Nah, dengan demikian, jika Parpol-parpol Islam ingin memainkan peran lebih berarti, tidak ada alternatif lain kecuali mencoba melakukan fusi dan merger. Hal ini dapat dilakukan di antara kelompok Parpol-parpol yang memiliki kecenderungan ideologi dan pemahaman keagamaan yang sama; katakan dengan meminjam tipologi klasik, tradisionalis dan modernis.

Proliferasi Parpol-parpol berbasiskan massa muslim bukan hanya tidak menguntungkan umat Islam, tetapi juga bangsa dan negara. Jika kita dapat mengurangi jumlah Parpol menjadi lebih sederhana maka itu dapat membuat dinamika politik lebih sehat dan kondusif untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat, bukan hanya kemelimpahruahan (affluency) para politisi.



from: pmb.or.id

print this page

0 komentar:

Berikan komentar anda disini!

YOUR MESSAGE....