Friday, January 15, 2010

0

Pansus Century dan Kontrol Publik

Posted in ,
Oleh: M Alfan Alfian

Pada 1 Desember, Panitia Khusus Hak Angket Kasus Bank Century disepakati oleh Dewan Perwakilan Rakyat, diketuai politisi Partai Golkar, Idrus Marham.
Beragam pendapat menyertai pembentukan pansus ini. Ada yang meragukan, bahkan mencemaskan bahwa ini merupakan ”sandiwara politik”. Namun, ada juga yang optimistis, pansus DPR akan bekerja ”tidak main-main” karena ada kontrol publik.
Yang jelas pansus merupakan pendekatan politik atas kasus menghebohkan, bukan saja di dunia perbankan, tetapi juga keadilan. Sejauh mana pansus bekerja tentu tergantung banyak faktor, antara lain sejauh mana efektivitas kontrol publik.
Publik kritis harus menyadari, memang demikianlah realitas politik di DPR saat ini setelah pansus berikut komposisi pimpinannya terbentuk. Realitas itu tak dapat diubah karena merupakan cermin aneka kekuatan politik hasil pemilu yang dijalankan secara demokratis. Publik hanya bisa kritis mengawasi, memberikan semangat, masukan, dan hal-hal lain agar pansus dapat bekerja dengan baik, menghasilkan keputusan optimal.
Pimpinan pansus tentu bukan yang menentukan segalanya. Mereka hanya semacam—meminjam istilah Jusuf Kalla—moderator. Mereka menyusun agenda, aksi, atau langkah-langkah bersama anggota pansus lain, yang prosesnya, seperti tergambar dari sidang-sidang mereka, dilakukan secara terbuka.

Sidang Paripurna DPR sudah menyepakati, sidang-sidang pansus harus dilakukan secara terbuka. Ini tentu merupakan perkembangan signifikan bagi dunia demokrasi politik nasional dan merupakan peluang bagi publik untuk ikut terlibat berbagai persidangan itu, meski tidak memiliki hak suara, tetapi dapat mencatat apa saja perkembangan yang terjadi dari hari ke hari. Publik punya hak bicara di media dan jika DPR memerlukan kesaksian para tokohnya.
Merawat akal sehat
Wajar jika publik terperangah dengan kasus Bank Century. Dari sisi akal sehat, publik merasa terpukul atas kejadian ini mengingat adanya aspek penistaan atas keadilan. Proses pengambilan kebijakan penalangan Bank Century memunculkan pro-kontra. Namun, setelah Badan Pemeriksa Keuangan mengumumkan hasil audit investigasinya, ternyata banyak hal dilanggar. Juga terkait penyelewengan penggunaan dana atau adanya kejahatan perbankan.
Kini, proses politik berjalan seiring dengan proses hukum. Antara politik dan hukum memang amat berkaitan, tetapi hasil akhir keputusan politik DPR akan sangat ditunggu.
Keputusan politik tentu akan memunculkan pro-kontra politik. Maka, manakala keputusan pansus dipandang tidak obyektif, dikhawatirkan gejolak politik akan terjadi. Namun, jika keputusan politik pansus sejalan dengan akal sehat dan penjelasannya dapat dipahami publik, gejolak politik dapat diredam.
Yang dimaui publik adalah kejujuran dan obyektivitas. Jangan sampai dua hal itu tenggelam oleh arogansi dan subyektivitas kekuasaan. Memang, ranah politik biasanya susah dipahami publik, justru karena demikian banyaknya adegan politik yang dinilai kontradiktif. Pansus pun ditantang untuk (1) bekerja dengan alur yang tidak menenggelamkan obyektivitas; (2) mampu menyimpulkan hasil kerja secara obyektif, tentu dengan menomorsatukan keadilan, bukan menang-kalah politik.
Ekstraparlementer
Gerakan ekstraparlementer yang marak di luar aneka persidangan DPR juga merupakan realitas obyektif saat ini. Pasang surut ekstraparlementer selaras derajat kepuasan publik atas kinerja politik DPR. Namun, sebagaimana di DPR, sebenarnya gerakan itu juga heterogen. Suatu aksi bisa ditandingi aksi lain. Hal itu biasa, yang penting jangan sampai aksi-aksi itu terpicu kekerasan dan kekacauan. Pemerintah pun wajib mencegah kekacauan. Idealnya diterapkan pendekatan lembut, bukan yang keras dan berpotensi memunculkan masalah baru.
Idealnya, aksi-aksi publik adalah gerakan moral, terlepas dari dapat berdampak politik. Gerakan ekstraparlementer, bagaimanapun, merupakan catatan kaki yang harus diperhatikan oleh mereka yang bersidang di dalam gedung DPR. Bisa saja ekstraparlementer bukan vis a vis dengan mereka, tetapi justru komplementer. Karena itu, sebenarnya DPR harus punya hubungan atau komunikasi yang baik dengan berbagai gerakan publik, yang pada dasarnya merupakan bentuk ekspresi berpendapat.

M ALFAN ALFIAN Dosen FISIP Universitas Nasional, Jakarta

from: KOMPAS.COM

0 komentar:

Berikan komentar anda disini!

YOUR MESSAGE....