Friday, January 15, 2010

0

ANGGODO, dan TAP MPR No. VI/2001 Tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

Posted in , ,

Oleh Warsito, SH., M.Kn.
Penelanjangan Rekaman Anggodo dengan aparat penegak hukum yang diputar di Pengadilan Mahkamah Konstitusi beberapa waktu lalu yang disaksikan ratusan juta rakyat Indonesia, benar-benar membelalakkan mata masyarakat, betapa hancurnya hukum di negeri ini, supremasi hukum yang didambakan dikoyak-koyak karena telah dicederai oleh oknum-oknum tertentu, sehingga pelaksanaan penegakan hukum di negeri ini tidak dapat terwujud sebagaimana diharapkan karena prakteknya bisa dikendalikan oleh mafia Peradilan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pernah menerbitkan TAP MPR No. VI/2001 tentang Etika Kehidupan berbangsa bertujuan untuk membantu memberikan penyadaran tentang arti pentingnya tegaknya etika dan moral dalam kehidupan berbangsa. Hal lain dimunculkannya TAP MPR tentang Etika Kehidupan berbangsa tersebut, tidak lain bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia yang beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia serta berkepribadian Indonesia dalam kehidupan berbangsa.


Adapun pokok-pokok uraian etika kehidupan itu mencakup antara lain: 
Pertama, Etika Politik dan pemerintahan yang memberikan amanat kepada setiap pejabat dan elit partai politik untuk bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, rendah hati, dan siap untuk mundur dari jabatan publik apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Kemudian yang kedua, pokok-pokok pikiran etika kehidupan berbangsa itu mencakup: Etika Penegakan hukum yang berkeadilan, hal ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa tertib sosial, ketenangan dan keteraturan hidup bersama hanya dapat diwujudkan dengan ketaatan terhadap hukum dan seluruh peraturan yang berpihak kepada keadilan. Keseluruhan aturan hukum yang menjamin tegaknya supremasi dan kepastian hukum sejalan dengan upaya pemenuhan rasa keadilan yang hidup dan berkembang didalam masyarakat. Etika ini meniscayakan penegakan hukum secara adil, perlakuan yang sama dan tidak diskriminatif terhadap setiap warga Negara dihadapan hukum, dan menghindarkan penggunaan hukum secara salah sebagai alat kekuasaan dan bentuk-bentuk manipulasi hukum lainnya.
Jika kita memerhatikan Tap MPR tentang Etika kehidupan Berbangsa tersebut, ada dua kriteria kapan pejabat publik atau elit politik harus mundur. Pertama, apabila terbukti melakukan kesalahan, yang kedua jika secara moral kebijakannya telah bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat. Rekaman Anggodo dengan aparat penegak hukum yang telah diperdengarkan secara telanjang dihadapan publik, masyarakat memercayainya bahwa perseteruan KPK VS POLRI atau Cicak melawan buaya benar ada dugaan kuat rekayasa atau kriminalisasi terhadap KPK. Dengan penelanjangan rekaman itu, berdasarkan TAP MPR tentang Etika Kehidupan Berbangsa tersebut sudah semestinya pejabat publik harus mundur. Kedudukan TAP MPR No. VI/2001. MPR ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum TAP MPRS dan TAP MPR untuk diambil putusan pada sidang MPR Tahun 2003. Berdasarkan peninjauan terhadap materi dan status hukum TAP MPR tersebut, TAP MPR No. VI/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa masuk dalam kelompok masih tetap berlaku sampai dengan terbentuknya undang-undang. Yang menjadi permasalahan besar, apakah TAP MPR itu kedudukannya sebagai peraturan perundang-undangan?. Berdasarkan UU. No. 10 tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-Undangan, TAP MPR tidak termasuk lagi dalam hierarki peraturan perundang-undangan. Dalam peninjauan terhadap materi dan status hukum tersebut menyatakan masih berlaku sampai dengan terbentuknya undang-undang. Sedangkan undang-undang tentang Etika Kehidupan Berbangsa dimaksud sampai saat ini belum terbentuk.


* Penulis adalah:

  • Dosen Universitas Satyagama Jakarta,
  • Master Hukum UI. PNS DPD RI Berhenti Atas Permintaan Sendiri.
from: mpr.go.id

0 komentar:

Berikan komentar anda disini!

YOUR MESSAGE....