Wednesday, November 18, 2009

3

PEMBINAAN SISTEM HUKUM NASIONAL

Posted in ,
Oleh: Alwan Pariadi Munthe, SHI


A. Pendahuluan
Sejak lahir hingga mati kita selalu berurusan dengan hukum atau tepatnya sistem hukum, tidak ada waktu dan tempat yang terlewatkan dari sentuhan hukum. Begitu banyak aturan (rule) dan peraturan (regulations) yang memperlakukan persyaratan dan prosedur hukum, dari masalah keparkiran sampai masalah kelembagaan di tingkat nasional bahkan internasional. Dalam hidup kita telah mengenal yang namanya polisi, jaksa, hakim, pengacara, korupsi, kolusi, kekerasan pemerkosaan, perkawinan, percaraian
dan sebagainya.

Jika kita berbicara tentang “sistem” maka tentu saja kita pahami sebagai suatu organisasi yang terdiri dari berbagai unsur atau komponen yang selalu pengaruh mempengaruhi dan keterkaitan satu dengan yang lainnya oleh satu atau beberapa asas. Apabila kita menghubungan dengan topik sistem hukum maka organ yang akan dibicarakan adalah organ hukum.

Donald Black menyebutkan hukum adalah kontrol sosial dari pemerintah (law is the governmental social control), sehingga system hukum adalah sistem kontrol sosial yang didalamnya diatur tentang struktur, lembaga, dan proses kontrol sosial tersebut. Walaupun demikian ia mengakui tidak semua kontrol social adalah hukum, control sosial yang bukan hukum adalah sifat tidak resmi karena tidak memiliki daya paksa.

Sementara itu, Lawrence M. Friedman mengatakan sistem hukum tidak saja merupakan serangkaian larangan atau perintah, tetapi juga sebagai aturan yang bisa menunjang, meningkatkan, mengatur, dan menyungguhkan cara mencapai tujuan. Dia juga percaya bahwa hokum tidak saja mengacu pada peraturan tertulis atau kontrol sosial resmi dari pemerintah, tetapi juga menyangkut peraturan tidak tertulis yang hidup ditengah masyarakat (living law), menyangkut struktur, lembaga dan proses sehingga berbicara tentang hukum, kita tidak akan terlepas dari pembicaraan tentang sistem hukum secara keseluruhan.

Di Indonesia dikenal ada beberapa sistem hukum yang berlaku seperti sistem Hukum Adat, Sistem Hukum Islam, Sistem Hukum Kolonial dan Sistem Hukum Nasional. Sampai abad ke-14 penduduk dikepulauan Nusantara ini hidup di dalam suasana hukum adap masingmasing daerah. Asas penting dalam kehidupan adap adalah sifat kekeluargaan (komunalitas) Dengan masuk nya agama Islam ke Indonesia, maka banyak daerah adap yang meresap unsur-unsur agama Islam dalam kehidupan hukum adatnya. Demikian juga ketika abad ke-17 bangsa Portugis, Inggris, dan Belanda datang, maka selain produk hasil industrinya, mereka juga mempengaruhi masyarakat setempat dengan ajaran agamanya sehingga hukum adat di daerah-daerah tersebut diresapi oleh ajaran agama Kristen Protestan dan Kristen Katholik.

Sementara itu GBHN kita sampai dengan tahun 1998 telah menggarisbawahi suatu upaya unifikasi hukum di seluruh kepulauan Nusantara ini hanya berlaku satu sistem hukum yaitu Sistem Hukum Nasional Insdonesia. Secara sistemik Sistem Hukum nasional Insonesia adalah sistem hukum yang bersumber pada Pancasila dan UUD 1945. Karena pluralisme hukum tidak dapat dipertahannkan, maka unsurunsur hukum adat dan agama ditranformasikan atau menjadi bagian dari Sistem Hukum Nasional, yang akhir abad ke-21 ini telah berkembang tidak saja terdiri dari bidang-bidang reguler seperti Hukum Pidana, Hukum Perdata, Hukum Administrasi Negara, Hukum Tata Negara, tetapi telah berkembang pesat khususnya menyangkut hokum lingkungan, hukum ekonomi, hukum kesehatan, computer (cyberlaw) dan sebagainya.

Sistem hukum yang dianut Indonesia adalah sistem hokum peninggalan Kolonial yang berlandaskan Sistem Hukum Eropa Kontinental, walupun kita tidak pernah mengabaikan keberadaan Sistem Hukum Agama (Islam) dan Sistem Hukum Adat yang berlaku dalam masyarakat. Berkembangnya struktur sistem hukum di dunia umumnya bertitik tolak dari keberadaan 2 (dua) sistem hukum terkenal yaitu system Hukum Kontinental yang tumbuh di Romawi dan berkembang di Prancis serta sisten Anglo-Saxon yang tumbuh dan berkembang di Inggris serta Amerika serikat.

Kedua sistem hukum di atas selalu memberikan legitimasi kebijakan-kebijakan yang berskala global, terutama dari Sistem Cammon law. Dalam kancah global, Indonesia mau tidak mau terlibat di dalamnya dan pengaruh globalisasi telah memasuki kehidupan hukum kita dengan adanya bidang-bidang baru seperti Hukum Perusahaan (corporative law), Hukum Komputer (computer law), Hukum Siber (cyber law) dan sebagainya. Dalam kenyataannya pembentukan hukum yang baru, kita selalu mengambil mentah ketentuan dan norma hukum asing untuk dijadikan norma dan ketentuan hukum kita padahal terkandang hal itu tidak cocok dengan niulai-nilai yang hidup dalam masyarakat.

Menurut Natabaya, Sistem Hukum Nasional kita berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 plus dipengaruhi oleh Sistem Hukum Kolonial. Walaupun setelah kemerdekaan, kita berusaha mencari sistem hukum nasional Indonesia, namun sampai saat ini belum kita kenal apa sistem hukum nasional kita. Sebenarnya sistem hukum kita ada dalam UUD 1945 yang dipengaruhi dan dilandasi oleh pengaruh Sistem Hukum Adat, Agama, dan Hukum Eropa Kontinental.

Kalau kita berbicara tentang sistem hukum (legal system), maka kita akan berbicara tentang tiga komponen penting dalam sistem hokum yaitu: legal structur, legal sustance, dan legal culture. Ketiga hal ini merupakan komponen pembentukan sistem hukum yang dikehendaki oleh sebuah masyarakat.

B. Sistem Hukum Nasional dan Pembinaan Sistem Hukum Nasional

Di atas telah temukan, bahwa sistem adalah sesuatu yang terdiri dari sejumlah unsur atau komponen yang selalu pengaruh-mempengaruhi dan terkait satu sama lain oleh satu atau beberapa asas. Agar supaya berbagai unsur itu merupakan kesatuan yang terpadu maka dibutuhkanlah organisasi. Tetapi ada perbedaan antara benda-benda ilmiah sebagai sistem, misalnya apabila kita berbicara tentang sistem pencernaan sapi atau system perbintangan dengan sistem politik atau sistem hukum. Pada sistem politik dan sistem hukum organisasi itu adalah buatan atau ciptaan manusia. Pada sistem perbintangan dan percernaan sapi organisasinya bersifat alami. Namun demikian, tetap untuk memelihara keutuhan sistem itu diperlukan organisasi dan asas-asas tertentu, sehingga begitu organisasi atau salah satu asas yang mengkaitkan unsur-unsur itu diubah, serentak akan dialami pula perubahan dalam sistem yang bersangkutan, sehingga system itu bukan lagi merupakan sistem yang semula.

Keterangan ini dapat kita pergunakan dalam menerangkan perbedaan antara sistem-sistem Hukum Adat, Sistem Hukum Kolonial, dan sistem Hukum Nasional. Karena asas yang memadukan masing-masing sistem Hukum Adat, berbeda dengan asas dalam Hukum Kolonial dan berbeda lagi dalam Hukum Nasional kita.

Sampai abad ke-14 penduduk di kepulauan Nusantara ini hidup di dalam suasana sistem Hukum Adatnya masing-masing. Orang Minangkabau memiliki system Hukum Adatnya sendiri dengan asas-asas dan filsafah yang dianggap benar di daerah tersebut. Asas-asas dan filsafah ini berbeda dengan asas dan filsafah di Jawa Timur atau Majapahit, misalnya, yang berbeda lagi denganf ilsafah dan asas hukum di Sulawesi Selatan, atau di Bali, atau Flores, atau di Aceh, atau di Alor atau di lrian Jaya, atau di Mentawai, dan sebagainya.

Mungkin hanya dua unsur saja (bukan 3 seperti yang dikemukakan oleh van Vollenhoven) yang sama, yang dimiliki oleh semua sistem Hukum Adat itu, yaitu sifat kekeluargaan (komunalitas) dan sifat tidak tertulis (dengan pengecualian Hukum Majapahit, Hukum Wadjo dan beberapa daerah lainnya). Karena itu keadaan hukum di kepulauan Nusantara sampai pada abad ke-14.
Dengan masuknya agama lslam ke kepulauan Nusantara, maka (a) ada daerah-daerah yang banyak meresap unsur agama lslam ke dalam Hukum Adatnya (seperti di Aceh, Banten, Sulawesi Selatan, Lombok.dan lain-lain (b) ada pula yang lebih banyak mempertahankan sifat keasliannya, seperti Nias dan Mentawai, dan (c) ada yang tetap mempertahankan sifat agama Hindunya (seperti Jawa Tengah dan Bali).

Ketika dalam abad ke-17 bangsa Portugis, Belanda serta bangsa asing lainnya mulai menginjakkan kakinya ke beberapa daerah di lndonesia, maka selain produk hasil industrinya diambil mereka juga mempengaruh masyarakat setempat dengan ajaran-ajaran agamanya, sehingga Hukum Adat setempat seperti di Batak, di Sulawesi Utara, di Maluku, di lrian Jaya dan di Flores dan Timor yang pada saat itu sebenarnya masih lebih "asli" daripada sistem-sistem H ukum Adat yang sudah terpengaruh oleh agama Hindu dan lslam itu mulai meresepsi unsur-unsur agama Kristen dan Katolik ke dalam Hukum Adatnya.

Ketika Nederburgh ingin mengunifikasikan hukum di Indonesia, terbentur oleh reaksi Van den Bergh dan Van Vollenhoven, sebagai hasil perjuangan Van Vollenhoven, semua sistem-sistem Hukum Adat dikaitkan ke dalam satu sistem menjadi "het" Adatrecht yaitu :
"de onder hen (yaitu orang Bumiputra) geldende, met hunne godsdiensten en gewoontens amenhangendre recht regelen" (lihat Pasal 131 ayat (2) b, Indische Staatsregelin: S. 1855 - 2 ).

Pada saat yang sama Indische Staatsregeling itu menjadi semacam undang-undang dasar bagi Indonesia sebagai daerah jajahan Belanda.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus dan berlakunya UUD 1945, Sistem Hukum lndonesia berubah, karena Indische Staatsregeling telah diganti dengan Pancasila dan UUD 1945 sebagai sumber segala sumber hukum. Namun demikian sebagai akibat Aturan Peralihan Pasail l1 dalam UUD 1945, masih berlaku juga bagian-bagian dari hokum colonial dengan penyesuaian di sana sini dengan UUD 1945 itu.

Sementara itu GBHN telah menggariskan uniifikasi hukum, dan bahwa di seluruh kepulauan Nusantara hanya berlaku satu sistem yaitu Sistem Hukum Nasional.

Dengan demikian setiap bidang Hukum Nasional itu bersumber pada Pancasila, berlandaskan UUD 1945 dan terdiri dari sejumlah peraturar perundang-undangan yurisprudensi maupun hukum kebiasaan di bidang vanq bersangkutan.

Karena pluralisme hukum tidak lagi ingin dipertahankan, maka unsur-unsur Hukum Adat dan Hukum Agama yang bersangkutan ditransformasikan atau menjadi bagian dari bidang-bidang hukum Sistem Hukum Nasional, yang di akhir abad ke-20 ini diperkirakan tidak lagi hanya akan terbagi-bagi ke dalam bidang Hukum Tata Negara, Hukum Perdata, Hukum Pidana, Hukum Acara dan Hukum Administrasi Negara saja, tetapi yang akan mengenal jauh lebih banyak bidang Hukum lagi, seperti Hukum Lingkungan, Hukum Ekonomi, Hukum Kesehatan, Hukum Komputer, dan sebagainya.

Bagaimanapun setiap bidang hukum yang.baru itu akan bersumber pada Pancasila dan UUD 1945, berlandaskan UU lain dan peraturan perundang-undangan, mengembangkan yurisprudensinya dan hukum kebiasaan di bidang yang bersangkutan.

Dengan menggunakan pola atau kerangka pemikiran seperti ini kita tetap berfikir sistemik, walaupun masing-masing bidang hukum itu dapat berkembang sesuai dengan kebutuhannya sendiri.Demikian pula jumlah bidang hokum terus dapat berkembang tanpa batas, selama dipegang teguh asas utama dan kerangka formal hukum yang ditunjukkan di atas.

Tentu saja Sistem Hu kum Nasional seperti ini tidak mungkin tersusun dalam 5 atau 10, bahkan tidak dalam 25 tahun saja. Akan tetapi Sistem Hukum Nasional kita dari masa ke masa terus dapat dikembangkan berdasarkan pola atau kerangka formal seperti tersebut di atas ini.

Jelas bahwa untuk setiap bidang Hukum diperlukan keterpaduan dan kesearahan antara pembentuk hukum, pengadilan, aparat penegakan hukum, aparat pelayanan hukum, profesi hukum dan masyarakat, agar supaya pada akhirnya peraturan perundang-undangan, yurisprudensi dan hukum kebiasaan akan menjadi satu kesatuan yang terpadu. Oleh sebab itu untuk setiap bidang hukum itu sendiri diperlukan suatu rencana pengembangan dan organisasi yang "mengarahkan" dan mensinkronkan semua usaha oleh masing-masin "pelaku" dalam proses pembentukan Hukum Nasional. lnilah yang menjadi tugas Badan Pembinaan Hukum Nasional untuk memikirkan konsep dan perencanaannya yang mengandung asas-asas pengikat, agar supaya pembangunan seluruh Sistem Hukum Nasional, tetapi juga masing-masing bidang Hukum berlangsung secara sinkron, terpadu dan sistemik. Disinilah keterlibatan Badan Pembinaan Hukum Nasional dalam politik hukum.

DAFTAR PUSTAKA
Black, Donald. The Behaviour of Law. New York: Academic Press. 1976.

Friedman, Lawrence M.. American Law: An Introduction, W.W. Norton & Company New York.

Hartono, Sunarjati. Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional. Alumni: Bandung.

Hooft, Visser T. Filosofie van de Rechtswetenschapp. Martinus Nijhoff: Leiden. 1988.


Comments
3 Comments

3 comments:

  1. Selamat atas launching blog anda.
    Saya mau bertanya, apa sih maksudnya "keparkiran" pada alinea pertama pendahuluan.
    Secara umum, konten tulisan ini menarik, namun kelihatannya masih merupakan rangkuman dan kumpulan para pakar yang menjadi referensi, sehingga tidak menonjolkan apa yang sebenarnya menjadi pemikiran sang penulis, melainkan hanya mengkait-kaitkan pendapat pakar A dengan pakar B, lalu pendapat penulis yang mana?
    Mohon maaf bila saran ini kurang mengena di hati....
    Terima kasih


    Amri Munthe

    ReplyDelete
  2. aq benernya kurang ngerti hukum yach ... bkn org hukum atu terhukum sih...
    cuman klo mmg komentar aq dibutuhkan yaaa .. paling aq bisa bilang gini nich :
    katanya ulama, dunia ini tak akan pernah aman dan takkn memenuhi rasa keadilan klo manusia tidak kembali ke hukum Allah...
    krn suatu sistem yg di buat manusia itu pasti cacat... !!!!
    Seorang Hakim memutuskan perkara karena ada 6 dasar yurisprudensi bung .
    adil atau tidak ? so what ? klo adil knp bnyak yang banding dari yg terima putusan ...
    Tpi krna kita skrg sudah tidak bisa lg menegakkan Qo'imam bil qisti dan Hukum Allah ditengah peradaban Dunia sprti skrg ini, krna bertabrakan antar kepentingan raksasa manusia...
    ya udah lah... kembali aja ke hukum Allah scr pribadi.
    Jaga dirimu dan keluargamu dari api neraka ....

    Tp aq saranin ni ....
    posisikan dirimu.klo mmg u mau berjuang n berjihad . banyak jalannya...
    jadi politikus jg jihad
    anggota DPR juga
    bom bunuh diri juga... de el el
    jd aq gak mo pusing2 dgn dunia ni. paling2 aq bisanya apa, dgn ilmu yg ga sbrp ni, yg pntig aq brusaha amalkan sdikit demi sdikit .... gitu aja
    semoga nyambung ....... tp aq dukung org2 yg mau berpikir & berjuang kyk antum2.....

    ReplyDelete
  3. @ Amri Munthe: "keparkiran" yang saya maksud itu adalah "masalah parkiran (Motor/Mobil)"..

    terima kasih banyak atas sarannya... Semoga membuat saya untuk lebih baik dalam menulis.. Amin..

    @ ADI.. Thank's for SARAN... Terus berjuang dan berkarya!!

    ReplyDelete

Berikan komentar anda disini!

YOUR MESSAGE....